Gharar yang dilarang ada 10 macam yaitu sebagai berikut:
1.
Tidak dapat diserahkan
Yaitu
tidak ada kemampuan penjual untuk menyerahkan obyek akad pada waktu terjadi
akad, baik obyek akad itu sudah ada maupun belum ada. Misalnya: menjual janin
yang masih dalam perut binatang ternak tanpa menjual induknya atau contoh lain
yaitu menjual ikan yang masih dalam air (tambak).
2.
Menjual sesuatu yang belum berada di bawah penguasaan penjual
Yaitu
apabila barang yang sudah dibeli dari orang lain belum diserahkan kepada
pembeli, maka pembeli itu belum boleh menjual barang itu kepada pembeli lain.
Akad
semacam ini mengandung gharar, karena terdapat kemungkinan rusak atau hilang
obyek akad, sehingga akad jual beli pertama dan kedua menjadi batal.
3.
Tidak ada kepastian tentang jenis sifat tertentu dari barang yang dijual
Misalnya,
penjual berkata: “saya jual sepeda yang ada di rumah saya kepada anda”, tanpa
menentukan cirri-ciri sepeda tersebut secara tegas. Termasuk ke dalam bentuk
ini adalah menjual buah-buahan yang masih di pohon dan belum layak dikonsumsi.
4.
Tidak ada kepastian tentang jumlah yang harus dibayar
Misalnya,
orang berkata: “saya jual beras kepada anda sesuai dengan harga yang berlaku
pada hari ini”. Padahal jenis beras itu banyak macamnya dan harganya juga tidak
sama.
5.
Tidak ada ketegasan bentuk transaksi
Yaitu
ada dua macam atau lebih yang berbeda dalam satu obyek akad tanpa menegaskan
bentuk transaksi mana yang akan dipilih pada waktu terjadi akad. Misalnya,
sebuah motor dijual dengan harga 10.000.000,- dengan harga tunai dan
12.000.000,- dengan harga kredit. Namun, sewaktu terjadi akad tidak ditentukan
bentuk transaksi mana yang akan dipilih.[1]
6.
Tidak diketahui ukuran barang
Tidak
sah jual beli sesuatu yang kadarnya tidak diketahui. Misalnya, penjual berkata,
“aku jual kepada kamu sebagian tanah ini dengan harga 10.000.000,-”.
7.
Jual beli mulamasah
Jual
beli mulamasah adalah jual beli saling menyentuh, yaitu masing-masing dari
penjual dan pembeli pakaian atau barang lainnya, dan dengan itu jual beli harus
dilaksanakan tanpa ridha terhadapnya atau seorang penjual berkata kepada
pembeli, “jika ada yang menyentuh baju ini maka itu berarti anda harus
membelinya dengan harga sekian, sehingga mereka menjadikan sentuhan terhadap
obyek bisnis sebagai alasan untuk berlangsungnya transaksi jual beli.[2]
8.
Jual beli munabadzah
Yaitu
jual beli saling membuang, masing-masing dari kedua orang yang berakad
melemparkan apa yang ada padanya dan menjadikan itu sebagai dasar jual beli
tanpa ridha keduanya. Misalnya: seorang penjual berkata kepada calon pembeli,
“jika saya lemparkan sesuatu kepada anda maka transaksi jual beli harus
berlangsung diantara kita.”
9.
Jual beli al-hashah
Jual
beli al-hashah adalah transaksi bisnis dimana penjual dan pembeli bersepakat
atas jual beli suatu barang pada harga tertentu dengan lemparan batu kecil yang
dilakukan oleh salah satu pihak kepada pihak lain yang dijadikan pedoman atas
berlangsung tidaknya transaksi tersebut.
Artinya:
“Rasulullah saw melarang jual beli hashah (lempar batu) dan jual beli gharar.”[3]
10.
Jual beli urbun
Yaitu
jual beli yang bentuknya dilakukan melalui perjanjian.Misalnya: seseorang
membeli sebuah komoditi dan sebagian
[1] M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003, h. 148-149.
[2] Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, jilid 4, Jakarta: PT Pena Pundi Aksara, 2009, cet I, h. 61.
[3] Imam Abil Husain Muslim bin Al Hujjaj al Qusyairi an Naisaburiy, Shahih Muslim, Juz IX, Bairut : Darul Kitab al ‘Immiyyah, 1995, h. 133.
[4] M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003, h.131.
No comments:
Post a Comment