Konsep Jaminan Kecelakaan Kerja menurut UU No. 3 Th 1992 tentang
Jaminan
Sosial Tenaga Kerja
1.
Pengertian Kecelakaan Kerja
Dewasa
ini peran buruh dalam pembangunan nasional semakin meningkat demikian pula
halnya penggunaan teknologi diberbagai sektor kegiatan usaha yang dapat
mengakibatkan semakin tingginya resiko. Oleh karena itu kepada buruh perlu
diberikan perlindungan, pemeliharaan dan peningkatan kesejahteraan yang dapat
memberikan ketenangan kerja sehingga dapat memberikan kontribusi positif
terhadap usaha peningkatan disiplin dan produktivitas buruh.[1]
Bentuk
perlindungan, pemeliharaan dan peningkatan kesejahteraan diselenggarakan dalam
bentuk program jaminan sosial tenaga kerja, dengan berasaskan usaha bersama,
kekeluargaan dan gotong royong.[2]
Sudah
menjadi kodrat, bahwa manusia itu berkeluarga dan berkewajiban menanggung
kebutuhan keluarganya. Sehingga kesejahteraan yang perlu dikembangkan bukan
hanya dari buruh sendiri, tetapi juga bagi keluarganya. Seperti halnya pada
saat buruh kehilangan sebagian atau seluruh penghasilannya akibat terjadinya
resiko-resiko sosial antara lain kecelakaan kerja, sakit, meninggal dunia, dan
hari tua.[3]
Kecelakaan
adalah suatu kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan, karena dalam
peristiwa tersebut tidak terdapat unsur kesengajaan, lebih-lebih dalam bentuk
perencanaan.[4]
Ada
empat faktor yang bisa mengakibatkan kecelakaan yaitu:
1.
Faktor lingkungan
2.
Faktor bahaya pekerjaan
3.
Faktor peralatan
4. Faktor
manusia.
Kecelakaan
kerja adalah kecelakaan yang berhubung dengan hubungan kerja pada perusahaan/
kecelakaan yang terjadi akibat langsung dari pekerjaan/ pada saat pekerjaan
sedang dilakukan.[5]
Sekarang
kecelakaan kerja diperluas ruang lingkupnya termasuk sakit akibat hubungan
kerja, demikian pula terhadap kecelakaan kerja yang terjadi dalam perjalanan
berangkat dari rumah menuju tempat kerja dan pulang ke rumah melalui jalan yang
biasa/ wajar dilalui.
Terdapat
tiga kelompok kecelakaan
1.
Kecelakaan akibat kerja di perusahaan
2.
Kecelakaan lalu lintas
3.
Kecelakaan di rumah.[6]
Setiap
peristiwa kecelakaan kerja akan mengakibatkan kerugian material maupun kerugian
fisik, dari penderitaan yang paling ringan sampai yang paling berat, baik bagi
majikan ataupun bagi buruh. Kerugian yang disebabkan oleh kecelakaan kerja
antara lain :
1.
Kerugian ekonomi yang meliputi:
a)
Kerusakan alat/ mesin, bahan dan bangunan
b)
Biaya pengobatan dan perawatan
c)
Tunjangan kecelakaan
d)
Jumlah produksi dan mutu berkurang
f) Penggantian
buruh yang mengalami kecelakaan.
2.
Kerugian non ekonomi yang meliputi:
a)
Penderitaan korban dan keluarga
b)
Hilangnya waktu selama sakit, baik korban maupun pihak keluarga
c)
Hilangnya waktu kerja.[7]
3.
Kerugian bagi masyarakat dan negara
Akibat
kecelakaan maka beban biaya akan dibebankan sebagai biaya produksi yang
mengakibatkan dinaikkannya harga produksi perusahaan dan berpengaruh bagi harga
pasaran.[8]
Dalam
kaitannya dengan kecelakaan kerja, ada suatu jenis kecelakaan yang tidak dapat dikategorikan
sebagai kecelakaan kerja. Jenisjenis kecelakaan tersebut, yaitu:
1.
waktu cuti
2.
di tempat perkemahan/ mess
3.
di luar waktu kerja
4.
meninggalkan tempat kerja untuk keperluan pribadi
5.
disengaja.[9]
Untuk
menghadapi terhadap resiko-resiko yang tidak di inginkan seperti kecelakaan
buruh diperlukan suatu instrumen atau alat yang setidak-tidaknya akan dapat
mencegah atau mengurangi timbulnya risiko itu. Insrumen alat ini adalah Jaminan
Sosial Tenaga Kerja.[10]
Jaminan
Sosial Tenaga Kerja menurut UU No. 3 Th 1992 adalah Suatu perlindungan bagi
buruh dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari
penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa
atau keadaan yang dialami oleh buruh berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil,
bersalin, hari tua dan meninggal dunia. Wujud perlindungan tersebut adalah
(1)
Santunan
(2)
Uang
(3)
Pelayanan.[11]
Jaminan
sosial menurut UU No. 40 Th 2004 adalah salah satu bentuk perlindungan sosial
untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang
layak.
Sistem
Jaminan Sosial Nasional menurut UU No. 40 Th 2004 adalah suatu tata cara
penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara
jaminan sosial (BPJS) UU No. 3 Th 1992 tentang JAMSOSTEK, dinyatakan tetap
berlaku sampai dengan beroperasinya BPJS Ketenagakerjaan (paling lama 1 Juli
2015).[12]
Untuk
kepentingan santunan jaminan kecelakaan buruh dalam Jaminan Sosial Tenaga Kerja
berdasarkan Undang-undang No.3 Tahun 1992, pengertian “buruh” diperluas yakni
termasuk:
a.
magang dan murid yang bekerja pada perusahaan, baik yang menerima upah maupun
tidak
b.
mereka yang memborong pekerjaan, kecuali yang memborong adalah perusahaan
c.
narapidana yang dipekerjakan di perusahaan.[13]
Program
Jaminan Sosial Tenaga Kerja merupakan program pemerintah yang bertujuan
memberikan perlindungan dasar buruh guna menjaga harkat dan martabatnya sebagai
manusia dalam mengatasi resikoresiko yang timbul di dalam hubungan kerja.[14]
Program
jaminan sosial tenaga kerja mempunyai beberapa Aspek:
1.
Memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal bagi buruh
beserta keluarganya
2.
Merupakan penghargaan kepada buruh yang telah menyumbangkan tenaga dan
pikirannya kepada perusahaan tempatnya bekerja.[15]
Program
Jaminan Sosial ini sangat penting mengingat masih rendahnya tingkat penghasilan
dari sebagian besar buruh di Indonesia. Oleh karena itu kecil kemungkinannya
bagi buruh untuk secara sukarela menyisihkan sebagian penghasilannya itu guna
memperoleh perlindungan terhadap peristiwa-peristiwa yang merugikan tanpa suatu
ketentuan wajib serta bantuan dari majikan dan pemerintah.[16]
Dengan
Adanya Jaminan Sosial Tenaga Kerja mendidik kemandirian buruh sehingga buruh
tidak harus meminta belas kasih orang lain jika dalam hubungan kerja terjadi
resiko-resiko, sehingga dapat mencegah dan mengatasi keterbelakangan,
ketergantungan, keterlantaran, serta kemiskinan.[17]
Perlindungan
terhadap kecelakaan kerja merupakan program tertua, dan biasanya selalu
terdapat dalam sistem jaminan sosial di hampir setiap negara di dunia. Hal ini
di sebabkan karena:
1.
Perlindungan merupakan hak buruh dan menjadi tanggung-jawab penuh bagi setiap
majikan
2.
Program jaminan sosial dianggap relatif tidak mahal karena kecelakaan kerja
yang mengakibatkan cacad atau kematian tidak akan sering terjadi.
3.
manfaatnya bagi penderita kecelakaan sangatlah besar karena justru pada saat
itulah buruh membutuhkan pertolongan yang pembiayaannya mungkin tidak
terjangkau oleh yang bersangkutan.[18]
Selain
kewajiban menyelenggarakan jaminan sosial tenaga kerja, majikan juga wajib
menyediakan fasiltas kesejahteraan yang sesuai dengan kebutuhan buruh dan
kemampuan perusahaan. Misalnya: Penyediaan fasilitas kesehatan, fasilitas
kantin atau mini market. Selain itu dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
buruh di perusahaan dibentuk koperasi buruh dan usaha-usaha produktif lainya.[19]
Pembangunan
Ketenagakerjaan sebagai bagian dari integral dari pembangunan nasional
berdasarkan pancasila, dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia seutuhnya
dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk meningkatkan harkat
martabat, harga diri buruh serta mewujudkan masyarakat sejahtera, adil, makmur
dan merata, baik materiil maupun sepiritual.[20]
Pembangunan
ketenagakerjaan secara umum berorientasi untuk meningkatkan kualitas buruh dan
peran sertanya dalam pembangunan serta peningkatan perlindungan buruh dan
keluarganya sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan.[21]
Dengan
semakin meningkatnya peranan buruh dalam perkembangan pembangunan nasional dan
semakin meningkatnya penggunaan teknologi mengakibatkan semakin tingginya
risiko sehingga perlu upaya peningkatan perlindungan buruh untuk memberikan
ketenangan kerja bagi para buruh melalui program jaminan sosial tenaga kerja.[22]
Dalam
pasal 99 UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan menyatakan, bahwa:
1.
Setiap buruh dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga
kerja.
2.
Jaminan sosial tenaga kerja dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.[23]
2.
Dasar Hukum Kecelakaan Kerja
Mengenai
kecelakaan kerja di atur dalam UU No. 3 Tahun 1992 tanggal 17 Februari 1992
tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Jaminan Sosial Tenaga Kerja dikelola oleh
PT JAMSOSTEK (Peraturan Pemerintah No.36 Tahun 1995).
Adapun
dasar hukum dari Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah sebagai berikut:
1.
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja
2.
Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program
Jaminan Sosial Tenaga Kerja
3.
Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1993 tentang Penyakit yang timbul karena
hubungan kerja
4.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: PER-05/MEN/1993 tentang santunan, dan
pelayanan jaminan sosial tenaga kerja.[24]
UU
No.3 Tahun 1992 menentukan bahwa jaminan sosial tenaga kerja merupakan hak bagi
setiap buruh dan merupakan kewajiban bagi setiap perusahaan .[25]
Program
jaminan sosial tenaga kerja wajib diikuti oleh semua perusahaan, yayasan,
koperasi, dan perusahaan perorangan, di mana perusahaan mempunyai tenaga kerja
paling sedikit 10 (sepuluh) orang atau yang membayar upah total paling sedikit
Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) atau lebih per bulan.
Untuk
menjadi peserta program jaminan sosial tenaga kerja perusahaan mendaftarkan
tenaga kerjanya dengan cara:
a.
Menghubungi kantor jaminan sosial tenaga kerja (PERSERO)setempat/ terdekat
b.
Mengisi dan mengembalikan formulir yang tersedia sesuai dengan petunjuk
c.
Membayar iuran setiap bulan setelah besarnya iuran ditetapkan oleh PT jaminan sosial
tenaga kerja (PERSERO).[26]
3.
Pembayaran Iuran Jaminan Kecelakaan Kerja
Untuk
Program Kecelakaan Kerja, besarnya iuran 0,24% s.d. 1,74% dari upah sebulan
ditanggung perusahaan. Tingkat iuran sebagai prestasi upah didasarkan kelompok
jenis usaha sebagai berikut:
a.
Kelompok I : 0,24% dari upah sebulan
b.
Kelompok II : 0,54% dari upah sebulan
c.
Kelompok III : 0,89% dari upah sebulan
d.
Kelompok IV : 1,27% dari upah sebulan
e.
Kelompok V : 1,74% dari upah sebulan.[27]
Untuk
perusahaan pipa beton dan pembuatan baja, Iuranya masuk kategori Kelompok III.
Iuran bagi program jaminan sosial tenaga kerja, khususnya program jaminan
kecelakaan kerja ini biasanya dibayar oleh majikan. Kewajiban majikan untuk
membayar iuran kecelakaan kerja didasari oleh prinsip “siapa yang berani
mempekerjakan seseorang harus berani pula menanggung risiko akibat
dipekerjakannya itu”. Inilah yang disebut asas “ Employer’s Liability” atau “
Tanggung jawab majikan”. [28]
Besarnya
iuran sangat tergantung dari tingkat resiko kecelakaan yang mungkin terjadi
dari suatu jenis usaha tertentu, semakin besar tingkat resiko, semakin besar
iuran kecelakaan kerja yang harus dibayar dan sebaliknya, semakin kecil tingkat
resiko semakin kecil pula iuran yang harus dibayar.
Penyetoran
iuran dilakukan oleh majikan kepada badan penyelenggara, dilakukan setiap bulan
dan disetor secara lunas paling lambat tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya
dari bulan iuran yang bersangkutan.[29]
Keterlambatan pembayaran iuran dikenakan denda sebesar 2% (dua persen) untuk
setiap bulan keterlambatan, yang dihitung dari iuran yang seharusnya di bayar
dan ini menjadi tanggungan majikan.
Dalam
hal terjadi kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran, badan penyelenggara
memberitahukan secara tertulis kepada majikan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari
sejak diterimanya iuran. Kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran dapat
diperhitungkan dengan pembayaran iuran bulan berikutnya.[30]
Badan
Penyelenggara adalah badan usaha milik negara, yaitu perusahaan persero PT
Asuransi Sosial Tenaga Kerja (PT ASTEK) yang menyelenggarakan program jaminan
sosial tenaga kerja.
Badan
Penyelenggara wajib membayar jaminan sosial tenaga kerja dalam waktu tidak
lebih dari 1 (satu) bulan setelah dipenuhinya syarat-syarat teknis dan
administratif oleh majikan dan buruh dan bilamana dilanggar akan dikenakan
ganti rugi sebesar 1% (satu persen) dari jumlah jaminan untuk setiap hari
keterlambatan dan dibayarkan kepada buruh yang bersangkutan.[31]
Dalam
hal terjadi perbedaan pendapat mengenai kecelakaan kerja atau bukan kecelakaan
kerja, Menteri Tenaga Kerja dapat menetapkan dan mewajibkan majikan untuk
memberikan jaminan kecelakaan kerja.[32]
Selanjutnya
Badan Penyelenggara mengganti Santunan Sementara Tidak Mampu Bekerja (STMB)
kepada majikan yang telah membayar upah buruh dalam hal:
a.
Santunan yang dibayarkan oleh badan penyelenggara lebih besar dari yang
dibayarkan oleh majikan, maka selisihnya dibayarkan langsung kepada buruh
b.
Penggantian santunan yang dibayarkan oleh badan penyelenggara lebih kecil dari
upah yang telah dibayarkan oleh majikan, maka selisihnya tidak dimintakan
pengembaliannya kepada buruh.[33]
Kewajiban
majikan bila terjadi kecelakaan, memberikan pertolongan pertama, melaporkan
setiap kecelakaan kerja kepada Kantor Departemen Tenaga Kerja dan badan
Penyelenggara dalam waktu tidak lebih dari 2 kali 24 jam.[34]
Buruh
yang ditimpa kecelakaan, keluarga, kawan sekerjanya atau serikat buruh boleh
memberitahukan kecelakaan itu kepada Kantor Departemen Tenaga Kerja dan badan
Penyelenggara.[35]
Pekerja
yang tertimpa kecelakaan kerja berhak atas santunan kecelakaan kerja. Santunan
kecelakaan kerja menurut PP No. 84 Th 2010 Perubahan ketujuh atas PP No. 14 Th
1993 tentang penyelenggaraan program jaminan sosial tenaga kerja, berupa
pengantian biaya sebagai berikut :
a.
Biaya pengangkutan buruh yang mengalami kecelakaan kerja ke rumah sakit atau ke
rumahnya, termasuk biaya pertolongan pertama pada kecelakaan.
a.
Pengangkutan darat/ sungai Rp. 750.000,00
b.
Pengangkutan laut Rp.1.000.000,00
c.
Pengangkutan udara Rp.2.000.000,00
b.
Biaya pemeriksaan atau perawatan selama di rumah sakit termasuk rawat jalan.
Biaya pengobatan dan perawatan sesuai dengan biaya yang dikeluarkan untuk biaya
dokter, obat, operasi, roentgen, laboratorium, perawatan puskesmas, rumah sakit
umum, gigi, mata dan jasa tabib/shinshe/ tradisional yang telah mendapat izin
resmi dari instansi yang berwenang. Seluruh biaya yang dikeluarkan untuk satu
peristiwa kecelakaan tersebut dibayarkan maksimum Rp 20.000.000,00.
c.
Biaya rehabilitasi berupa alat bantu (orthose) atau alat ganti (prothose) bagi buruh
yang anggota badannya hilang atau tidak berfungsi akibat kecelakaan kerja.[36]
Selain
penggantian biaya, buruh yang tertimpa kecelakaan kerja juga diberikan santunan
berupa uang yang meliputi:
1.
Santunan Sementara Tidak Mampu Bekerja (STMB)
1).
4 (empat) bulan pertama sebesar 100% x upah sebulan
2).
4 (empat) bulan kedua sebesar 75% x upah sebulan
3).
Bulan seterusnya 50% x upah sebulan.[37]
Mengenai
biaya pengangkutan buruh yang mengalami kecelakaan kerja ke rumah sakit atau ke
rumahnya, termasuk biaya pertolongan pertama pada kecelakaan, pemeriksaan,
pengobatan dan perawatan selama di rumah sakit, termasuk rawat jalan di bayar
terlebih dahulu oleh majikan.
Majikan
wajib memiliki daftar buruh beserta keluarganya, daftar upah beserta
perubahan-perubahan dan daftar kecelakaan kerja di perusahaan-perusahaan.
Karena daftar keluarga merupakan keterangan penting sebagai bahan untuk
menetapkan siapa yang berhak atas jaminan atau santunan. Hal ini untuk mencegah
agar hak tersebut tidak jatuh kepada orang lain yang bukan keluarganya.[38]
[1] Lalu husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Cet Ke- 1, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2000, hlm. 116
[2] Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia, Cet Ke-1, Jakarta: Pradnya Paramita, 1996, hlm.140
[3] Kansil, Ibid, hlm.141
[4] Daryanto, Keselamatan dan Kesehatan Kerja Bengkel, Jakarta: PT RINEKA CIPTA, 2003, hlm. 23
[5] Anizar, Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Industri, Cet Ke-1, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009, hlm.2
[6] Anizar, Ibid, hlm.3
[7] Ibid, hlm. 7
[8] Daryanto, Op Cit, hlm. 22
[9] Zaeni Asyhadie, Hukum Kerja (Hukum Ketengakerjaan Bidang Hubungan Kerja), Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007, hlm. 107
[10] Zainal Asikin, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, Cet Ke-6, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006, hlm. 98
[11] Zaeni Asyhadie, Op cit, hlm. 105
[12] Undang-undang Sistem Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK), Bandung: Fokusmedia, 2010, hlm. 2
[13] Much Nurachmad, Cara Menghitung Upah Pokok, Uang Lembur, Pesangon,& Dana Pensiun untuk Pegawai dan Perusahaan, Cet Ke-1, Jakarta: Visimedia, 2009, hlm. 43
[14] Endang Rokhani, Pengetahun Dasar Tentang Hak-hak Buruh, Cet Ke-1, Jakarta: YAKOMA-PGI, 1999, hlm. 31
[15] Lalu husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Cet Ke- 1, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2000, hlm.117
[16] Sentanoe Kertonegoro, Jaminan Sosial prinsip dan Pelaksanaanya di Indonesia, Jakarta: MUTIARA, 1982, hlm. 5
[17] Sentanoe Kertonegoro, Ibid, hlm. 28
[18] Ibid, hlm. 84
[19] Much Nurachmad, Cara Menghitung Upah Pokok, Uang Lembur, Pesangon,& Dana Pensiun untuk Pegawai dan Perusahaan, Cet Ke-1, Jakarta: Visimedia, 2009, hlm.45
[20] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Bandung: FOKUSMEDIA, 2010, hlm. 125
[21] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Bandung: PT Citra Aditya bakti, 2009, hlm. 307
[22] Undang-Undang RI No 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek, Op cit, hlm. 125
[23] Undang-Undang RI No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Op cit, hlm. 345
[24] Djumialdji, Perjanjian Kerja, Cet Ke-1, Jakarta: Sinar Grafika, 2005, hlm.37
[25] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Bandung: FOKUSMEDIA, 2010, hlm. 129
[26] Endang Rokhani, Pengetahun Dasar Tentang Hak-hak Buruh, Cet Ke-1, Jakarta: YAKOMA-PGI, 1999, hlm. 33
[27] Djumialdji, Perjanjian Kerja, Cet Ke-1, Jakarta: Sinar Grafika, 2005, hlm. 38
[28] Zaeni Asyhadie, Hukum Kerja (Hukum Ketengakerjaan Bidang Hubungan Kerja), Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007, hlm. 108
[29] Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Cet Ke- 1, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2000, hlm.117
[30] Hardijan Rusli, Hukum Ketenagakerjaan 2003, Cet Ke-1, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004, hlm. 132
[31] Hardijan Rusli, Ibid, hlm. 130
[32] Abdul Rachmad Budiono, Hukum Perburuhan, Cet Ke-2, Jakarta: Permata Puri Media, 2011, hlm.234
[33] Abdul Rachmad Budiono, Ibid, hlm. 235
[34] Djumialdji, Hukum Bangunan dasar-dasar hukum dalam proyek dan Sumber daya manusia, Jakarta: PT RINEKA CIPTA, 1996, hlm.44-46
[35] Imam Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, Cet Ke-1, Jakarta: Djambatan, 1971, hlm. 142
[36] Asri Wijayanti, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Cet Ke-2, Jakarta: Sinar Grfika, 2010, hlm. 134
[37] Dedes Eka Rini dan Susi Kusumawati, Dapatkan Untung Uang PHK, Cet Ke-1, Jakarta: PPM Manajemen, 2008, hlm. 104
[38] Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia, Cet Ke-1, Jakarta: Pradnya Paramita, 1996, hlm.150
No comments:
Post a Comment